PENGARUH
PEMBERIAN KUNYIT MELALUI AIR MINUM TERHADAP ANTIBODY AI DAN ND PADA AYAM
BROILER
M. Safii Arifudin, Jurusan
Peternakan, Fakultas Pertaian Peternakan,
Uiversitas Muhammadyah Malang
PENDAHULUAN
Peternakan
di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan
tersebut digunakan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat akan daging sebagai
salah satu sumber protein. Pemenuhan akan daging mempunyai prospek usaha yang
baik. Salah satu jenis ternak yang ideal untuk dikembangkan adalah broiler.
Broiler
adalah ayam pedaging yang sengaja dibibitkan
dan dikembangkan untuk menghasilkan daging yang cepat
dibandingkan dengan ungags lainnya. Produktivitas broiler dipengaruhi oleh konsumsi
ransum, pertambahan berat badan dan konversi ransum.
Selain keunggulannya, Broiler memiliki kelemahan
yaitu rentan sekali terhadap serangan penyakit, terutama penyakit yang
disebabkan oleh virus. Virus bila berada di luar tubuh ternak mudah untuk dimusnahkan,
namun bila sudah berada di dalam tubuh ternak sangat sulit untuk dimusnahkan.
Penyakit yang disebabkan oleh virus ini sangat merugikan bagi
peternak karena tidak
hanya menurunkan produktivitas broiler , bahkan dapat menyebabkan
kematian.
Avian
influenza (flu burung) adalah penyakit menular
yang dapat terjadi pada unggas dan mamalia yang disebabkan oleh virus
influenza tipe A. Virus influenza tipe A memiliki beberapa subtipe yang ditandai adanya Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N). Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini
adalah btipe H5N1 yang
memiliki waktu inkubasi selama 3–5 hari. Virus ini dapat menular melalui udara
ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan sentuhan.
Dalam
beberapa tahun terakhir ini negara-negara di
dunia telah disibukkan dengan persiapan menghadapi pandemi influenza.
Kewaspadaan ini dicetuskan oleh munculnya
virus influenza baru yaitu HPAI (Highly
Pathogenic Avian Influenza) A (H5N1). Pasien-pasien terinfeksi virus yang
melakukan loncat inang dari unggas ke manusia ini dilaporkan oleh
berbagai negara sejak tahun 2003 (Sedyaningsih, et al., 2009).
Sejauh
ini belum ada penanganan penyakit AI dan ND secara optimal, hal ini ditunjukkan
dengan makin banyaknya ungags yang terinfeksi. Langkah pencegahan seperti
vaksinasi teratur dan biosekuriti di lingkungan peternakan juga tidak
diterapkan karena kurangnya
perhatian dan pemahaman masyarakat tentang penyakit AI dan
ND, sehingga wabah penyakit
terus meluas (Malole,2006).
MATERI DAN METODE
Penelitian
ini menggunakan air rebusan kunyit dengan konsentrasi 10 g/ 600 ml. Dasar
penggunaan konsentrasi ini merujuk pada hasil penelitian Tantalo (2009) yaitu
10 g/ 600 ml dengan pola pemberian berselang (2 hari perlakuan dan 1 hari tanpa
perlakuan). Jadwal pemberian perlakuan dapat dilihat dilihat pada Gambar 1.
Minggu
ke-
|
Hari
ke-
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
|
1
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan:
= waktu
pemberian air minum biasa
= waktu pemberian air rebusan
kunyit dan Temulawak
Uji
hambatan hemaglurasi
Uji
HI bertujuan untuk mengkonfirmasi virus ND menggunakan plat mikro berbentuk U
dengan 96 sumuran. Proses tersebut dilakukan dengan 2 kali ulangan berdasarkan
prosedur baku (OIE, 2009). Sebanyak 0,025 ml PBS diteteskan ke dalam sumuran
ke-2 sampai ke-12. Sumuran pertama dan kedua diisi dengan serum standar ND
kemudian diencerkan secara berseri kelipatan dua mulai dari sumuran ke-2 sampai
ke-11 dengan pengencer mikro. Masing-masing sumuran plat mikro ditambahkan
dengan 0,025 ml suspensi antigen ND 4 unit HA mulai dari sumuran nomor 1 sampai
nomor 11. Sumuran nomor 12 hanya diisi dengan PBS sebanyak 0,025 ml. Tahapan
berikutnya adalah dilakukan pengayakan selama 30 detik, selanjutnya plat mikro
ditempatkan pada suhu kamar selama 30
menit. Suspensi sel darah merah konsentrasi 0,5% ditambahkan ke dalam sumuran
ke-1
sampai ke-12 sebanyak 0,05 ml lalu diayak kembali selama 30 detik. Plat mikro ditempatkan pada suhu
kamar dan diamati setiap 15 menit. Hasil positif ditandai dengan terjadinya hambatan hemaglutinasi
berupa pengendapan sel darah merah di dasar sumuran plat mikro.(kancana, kardena, dan mahardika, 20012).
sampai ke-12 sebanyak 0,05 ml lalu diayak kembali selama 30 detik. Plat mikro ditempatkan pada suhu
kamar dan diamati setiap 15 menit. Hasil positif ditandai dengan terjadinya hambatan hemaglutinasi
berupa pengendapan sel darah merah di dasar sumuran plat mikro.(kancana, kardena, dan mahardika, 20012).
Penelitian
ini menggunakan air rebusan kunyit dan temulawak dengan konsentrasi 10 g/ 600
ml. Dasar penggunaan konsentrasi ini merujuk pada hasil rangkaian penelitian
panjang yang dilakukan oleh Tantalo (2009) pada broiler yaitu 10 g/ 600 ml
dengan pola pemberian berselang (2 hari perlakuan dan 1 hari tanpa perlakuan).
Pembuatan air rebusan kunyit dan temulawak dilakukan pada malam hari yang kemudian
diberikan dalam keadaan dingin pada pagi hari.
Menurut
bomy, syahrio, dan siswanto (2013) Air minum untuk broiler pada penelitian ini
diberikan secara ad libitum baik air minum biasa (kontrol) maupun air minum
yang diberi perlakuan. Air minum yang diberikan terdiri dari tiga macam yaitu:
P0 = air minum biasa
P1 = air rebusan kunyit 10 g/600 ml
P2 = air rebusan temulawak 10 g/600 ml
P0 = air minum biasa
P1 = air rebusan kunyit 10 g/600 ml
P2 = air rebusan temulawak 10 g/600 ml
Pengambilan
sampel darah dilakukan ketika broiler berumur 26 hari sebanyak 20% dari jumlah
satuan percobaan (36 sampel). Sampel darah diambil menggunakan disposable
syringe 3 ml melalui vena brachialis. Sampel darah yang telah diambil didiamkan
sampai terjadi pemisahan antara sel darah dengan serum darah. Serum darah
kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendof dan diberi label sesuai dengan
perlakuan. Selanjutnya serum dalam kondisi dingin dikirim ke PT. Vaksindo
Indonesia untuk dianalisis jumlah titer antibodinya menggunakan uji
Hemaglutinasi Inhibisi (HI) untuk titer antibodi AI dan ND, serta uji Enzim
Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk titer antibody IBD.(nurkholis,
tantalo, dan santosa. 2013)
PEMBAHASAN
Sebagian besar perilaku
masyarakat menangani unggas mati masih belum mengikuti standar yang dianjurkan
oleh pemerintah (peternakan). Hasil pengamatan oleh peneliti menunjukkan bahwa
masih dijumpai masyarakat membuang bangkai ungags di tempat-tempat seperti
selokan/parit, pekarangan sekitar rumah, di bawah pohon bambu dan pohon pisang.
Sedangkan pemerintah menganjurkan apabla menjumpai unggas mati secara mendadak
maka dilarang membuang bangkai unggas peliharaan di tempat sampah, kebun,
sungai atau memanfaatkannya sebagai pakan hewan atau ikan. Berkaitan dengan kejadian
tersebut, perilaku yang seharusnya dalam menangani unggas mati adalah membakar
dan menguburkan bangkai unggas, bulu, sisa kotoran, sisa pakan, dan alas
kandang di bawah pengawasan petugas yang berwenang (Departemen Pertanian, 2007).
Berdasarkan hasil survei di
lapangan, di Kecamatan Gadingrejo diperoleh sebanyak 10 orang peternak dengan
jumlah ternak fase starter 223 ekor.
Peternak tersebut telah memenuhi kriteria yang ditentukan oleh peneliti
untuk diambil sampel serumnya, yaitu: 1) lama beternak minimal 2 tahun; 2)
ternak milik sendiri; 3) populasi ternak ayam broiler minimal 20 ekor untuk starter , grower ,
finisher pada tiap peternaknya. (numay, santosa, dan siswanto, 2014).
Menurut numay, santosa, dan
siswanto. (2014) Riwayat penyakit AI pada tahun 2012 menyerang 90% peternak.
Tidak pernah terjadi riwayat ND (0%). Martolitas (kematian) terdapat AI pada 4
peternak di desa tulung agung mencapai 80%. Penanganan terhdap bangkai di buang
(44%) dan di kubur (56%). Adanya kunjungan tenaga medis.
Hasil uji hemaglutinasi (HI)
terhadap avian influenza (AI)
Table 1 perbandingan nialai
titer anti bodi terhadap AI di kecamatan
gading rejo
Asal sampel
|
Jumlah sampel
|
Hasil uji
|
|
Seroposif
AI
|
Seronegatif
AI
|
||
Desa tulung agung
|
14
|
5 (24%)
|
9 (43%)
|
Sesa bulo kerto
|
5
|
2 (9%)
|
3 (14%)
|
Desa wono dadi
|
2
|
1 (5%)
|
1 (5%)
|
Kecamatan gading rejo
|
21
|
8 (38%)
|
13 (62%)
|
Berdasarkan
uji HI pada serum ternak ayam broiler fase starter di Kecamatan Gadingrejo
secara keseluruhan terdapat 38% ternak yang menunjukkan hasil seropositif
terhadap AI dan 62% ternak bernilai seronegatif terhadap AI. Rata-rata titer
antibodi di ketiga desa tersebut tergolong rendah dengan nilai 21 (=2), kecuali
di Desa Wonodadi, terdapat ternak yang
menunjukkan nilai titer yang tinggi yaitu 25(=32) (numay, santosa, dan siswanto, 2014).
Virus
famili Paramyxoviridae mempunyai sifat dapat mengaglutinasi sel darah merah
unggas. Proses hemaglutinasi terjadi akibat aktivitas hemaglutinin yang
terdapat pada amplop virus tersebut. Aktivitas hemaglutinasi berlangsung
maksimal selama satu jam karena dipengaruhi oleh kerja enzim neuraminidase yang
merusak ikatan pada reseptor eritrosit dengan hemaglutinin dari virus famili
Paramyxoviridae. Pada uji RT-PCR, genomik RNA virus ND diisolasi dari
sampel dengan digesti proteinase K, diikuti dengan ekstraksi menggunakan trizol
(Invitrogen), kemudian dielektroforesis untuk mengetahui panjang produk basa dari
gen yang diuji. Uji RT-PCR tidak bersifat spesifik karena dapat digunakan untuk
menguji semua antigen, namun uji tersebut bersifat sangat sensitif karena hanya
memerlukan sampel antigen yang sedikit. Uji RT-PCR mempunyai sensitivitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan uji HA/HI. (kancana, kardena, mahardika,
2012).
Hasil
uji HI titer antibody AI
Ulangan
|
Ratataan Titer AntiBodi
|
||
P0
|
P1
|
P2
|
|
1
2
3
4
5
6
|
0.00
0.00
0.00
1.00
1.00
0.00
|
0.50
0.00
0.50
0.00
0.00
0.00
|
0,00
1,00
0,00
0,00
0,00
0,00
|
Jumlah
|
2
|
1.00
|
1,00
|
Rata-rata
|
0,33±0,25
|
0,17±0,26
|
0,17±0,17
|
Keterangan
:
P0=
air minum bbiasa
P1=
air rebusan kunyit 10gr/600 ml
P2=
air minum temulawak 10 g/600 ml
Berdasarkan hasil uji HI, titer
antibodi AI yang dihasilkan pada penelitian ini tergolong sangat rendah.
Menurut OIE (2008), liter antibodi
dikatakan protektif terhadap AI jika memiliki titer antibody minimal 6 log 2.
Rendahnya titer antibodi AI serta tidak berpengaruhnya pemberian kunyit dan
temulawak terhadap titer antibodi AI diduga disebabkan oleh adanya stres akibat
kondisi lingkungan yang ekstrim, stres akibat pola pemberian perlakuan dan
tingkat challenge lapangan yang diterima broiler dari masing-masing perlakuan.
Pada
daerah beriklim tropis, keadaan suhu lingkungan optimum untuk pertumbuhan
broiler
umur 3 minggu berkisar antara 20 -- 250C dengan kelembaban berkisar antara 50 -- 70% (Borges et. al.,
2004). Pada penelitian ini suhu kandang berkisar antara 250 -- 350 C, sedangkan kelembaban kandang berkisar antara 50 -- 95%. Kondisi tingginya suhu dan kelembaban kandang ini mengakibatkan broiler mendapatkan cekaman sehingga mengalami stres.
umur 3 minggu berkisar antara 20 -- 250C dengan kelembaban berkisar antara 50 -- 70% (Borges et. al.,
2004). Pada penelitian ini suhu kandang berkisar antara 250 -- 350 C, sedangkan kelembaban kandang berkisar antara 50 -- 95%. Kondisi tingginya suhu dan kelembaban kandang ini mengakibatkan broiler mendapatkan cekaman sehingga mengalami stres.
Table 2. Hasil uji HI titer antibodi
ND
Ulangan Rataan Titer Antibodi ND (log 2)
Ulangan Rataan Titer Antibodi ND (log 2)
Ulangan
|
Ratataan Titer Anti Bodi
|
||
P0
|
P1
|
P2
|
|
1
2
3
4
5
6
|
3.50
3.50
2.50
5.00
5.50
6.50
|
5.50
4.00
4.50
5.00
4.40
4.00
|
5.50
5.50
2.50
6.00
5.50
5.00
|
Jumlah
|
26.50
|
26.50
|
30.00
|
Rata-rata
|
4.42±1.50
|
4.42±0.49
|
5.00±1.25
|
Keterangan :
P0 = air minum biasa
P1 = air rebusan kunyit 10gr/600 ml
P0 = air minum biasa
P1 = air rebusan kunyit 10gr/600 ml
P2= air rebusan temulawak 10gr/ 600
ml
Berdasarkan
hasil uji HI, titer antibodi ND yang dihasilkan pada perlakuan temulawak
tergolong cukup baik, sedangkan pada perlakuan kontrol dan kunyit masih di
bawah standar antibodi protektif. Menurut OIE (2008), titer antibodi dikatakan
protektif terhadap ND jika memiliki titer antibody minimal 5 log 2.
tidak
berpengaruhnya pemberian kunyit terhadap titer antibodi ND diduga disebabkan
oleh sifat imunologis induk yang diturunkan kepada anaknya. Selain antibodi,
sifat imunoligis induk pada broiler juga dapat dilihat dari jumlah sel darah
putihnya. Hasil penelitian Fahrurozi (2013) menunjukkan bahwa rata-rata jumlah
sel darah putih yang dihasilkan untuk masing-masing perlakuan adalah P0 (7.767
sel/mm3), P1 (7.792 sel/mm3), dan P2 (7.908 sel/mm3). Dari data tersebut
rata-rata jumlah sel darah putih yang
dihasilkan P2 (kunyit) lebih tinggi daripada perlakuan P0 (kontrol) dan P1
(kunyit), sedangkan rata-rata jumlah sel darah P0 dengan P1 relatif sama. Hal
ini menunjukkan bahwa sistem imun yang diturunkan induk pada P2 lebih baik
daripada P0 dan P1, sehingga titer antibodi yang dihasilkan dari P2 lebih baik
daripada P0 dan P1
SIMPULAN
pemberian kunyit melalui air minum untuk pertahanan
daya antibody terhadap virus AI dan ND sangatlah berguna karna meningkatan antibody
meningkat ketika diberi air rebusan kunyit
Daftar Pustaka
Aldous, E.W. And D.J.
Alexander. 2001. Detection And Differentiationof Newcastle Disease Virus (Avian Paramyxovirus Type1). Avian
Pathol. 30:117-128.
Alexander, D.J. 2001.
Newcastle Disease: The Gordon Memorial Lecture. Br. Poult. Sci. 42:5-22.
Bomy, Syahrio Tantalo,
Dan Siswanto. 2013. PENGARUH PEMBERIAN KUNYIT DAN TEMULAWAK MELALUI AIR MINUM
TERHADAP RESPON FISIOLOGIS BROILER. Animal Husbandry Faculty Of Agriculture
Lampung University.Lampung
Dani Romad Nurkholis,
Syahrio Tantalo, Dan Purnama Edi Santosa. 2013. Pengaruh Pemberian Kunyit An
Temulawak Melalui Air Minum Terhadap Titer Anti Body AI,IBD, Dan ND Pada Broiler
Fahrurozi, N. 2013. Pengaruh
Pemberian Kunyit Dan Temulawak Melalui Air Minum Terhadap Gambaran Darah Pada Broiler.
Belum Diterbitkan
Gusti Ayu Yuliati
Kencana, I Made Kardena, Dan I Gusti Ngurah Kade Mahardika, 2012. Pengaruh Diagnosis Penyakit Newcastle Disease
Lapang Pada Ayam Buras Di Bali Menggunakan Tehnik RT-PCR. Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Udayana. Denpasar.
Malole, M.B. 2006. Biosekuriti
Penting, Karena Vaksinasi Tidak
Selalu Berhasil. Majalah Poultry Indonesia. September 2006.
Mega Filly Numay,
Puranma Edy Santosa, Dan Siswanto. 2014. Profil Titer Antibody Newcastle Disease
(ND) Dan Avian Influenza (AI) Pada Itik Petelur Fase Starter Di Kecamatan
Gadingrejo Kabupaten
Sedyaningsih, Endang
R, Vivi Setiawaty, 2009. Awal Pandemi Influenza A (H5N1) 2009: Sebuah Tinjauan,
Urnal Penyakit Menular Indonesia 1(1):
29–37.
Tantalo, S. 2009. Perbandingan
Performans Dua Strain Broiler Yang Mengonsumsi Air Kunyit. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Peternakan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar
Lampung
Tantalo, S. 2009. Perbandingan
Performans Dua Strain Broiler Yang Mengonsumsi Air Kunyit. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Peternakan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar
Lampung
0 comments:
Posting Komentar