Kamis, 26 Mei 2016

PEWARNAAN NEGATIF PADA BAKTERI

Pewarnaan negatif
LAPORAN PRAKTIKUM BAKTERIOLOGI 1


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

            Pewarnaan negatif atau pewarnaan asam merupakan salah satu teknik pewarnaan bakteri. Akan tetapi teknik ini bukan untuk mewarnai sel bakteri, hanya mewarnai latar belakangnya menjadi hitam gelap. Zat warna yang digunakan tidak akan mewarnai sel, tetapi mewarnai lingkungan sekitar sehingga sel bakteri tampak transparan. Dalam kondisi pH mendekati netral, dinding sel bakteri cenderung bermuatan negatif dan senyawa pewarna juga bermuatan yang sama sehingga akan ditolak oleh dinding sel. Pewarna yang biasa digunakan antara lain nigrosin, eosin, dan asam pikrat. Tetapi kini nigrosin sudah tidak digunakan dalam pewarnaan, dan diganti dengan tinta cina.

Pewarnaan negatif tidak hanya secara khusus menvisualisasikan protein saja, tetapi dapat digunakan untuk lipoprotein, isolasi organela, kompleks nukleoprotein. Pada teknik ini apusan bakteri mengalami fiksasi dengan cepat(beberapa detik sampai menit). Pewarnaan negatif adalah cara pengamatan mikrobiologi yang biasa dilakukan untuk membedakan specimen kecil dengan cairan optiknya. Untuk mikroskop medan terang, pewarnaan negative biasanya menggunakan cairan hitam, misalnya nigrosin. Spesimen seperti bakteri dalam cairan disebar dalam preparat kaca yang dicampur dengan pewarna negatif dan dibiarkan kering. Ketika diamati dengan mikroskop, bakteri atau sporanya terlihat bersinar dengan latar belakang yang gelap.

 Pewarnaan negatif atau pewarna asam dapat terjadi karena senyawa pewarna bermuatan negatif. Dalam kondisi pH mendekati netral, dinding sel bakteri cenderung bermuatan negatif sehingga pewarna asam yang bermuatan negatif akan ditolak oleh dinding sel. Oleh karena itu sel menjadi tidak berwarna. Contoh pewarna yang biasa digunakan yaitu tinta cina, larutan nigrosin, asam pikrat, dan eosin. Prosedur pewarnaan negatif sangat sederhana. Pertama,apusan bakteri difiksasi dan dibiarkan hingga mengering padakaca objek. Kemudian ditetesi dengan zat pewarna. Ambil kaca objek yang lain dan dorong apusan sejajar dengan  kaca hingga menghasilkan olesan yang tipis. Biarkan hingga kering kemudian lihat sel bakteri pada mikroskop. Bakteri yang dapat digunakan dalam pewarnaan ini seperti Pseudomonasaeruginosa dan Lineola longa. 

I.2  TUJUAN
  1. Dapat melakukan prosedur pewarnaan negatif dan memahami pentingnya setiap langkah dalam prosedur,
  2.   Dapat memahami reaksi kimiawi dari dalam prosedur tersebut.    Mengamati Morfologi Bakteri yang terdapat pada preparat




BAB II
TINJAUN PUSTAKA

Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, kerena selain bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bekteri, sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Olek karena itu teknik pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi (Rizki, 2008).
Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum, dan sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan pewarna sederhana. Istilah ”pewarna sederhana” dapat diartikan dalam mewarnai sel-sel bakteri hanya digunakan satu macam zat warna saja (Gupte, 1990). Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan positif). Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi, peluntur warna , substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup. Suatu preparat yang sudah meresap suatu zat warna, kemudian dicuci dengan asam encer maka semua zat warna terhapus. sebaliknya terdapat juga preparat yang tahan terhadap asam encer. Bakteri-bakteri seperti ini dinamakan bakteri tahan asam, dan hal ini merupakan ciri yang khas bagi suatu spesies (Dwidjoseputro, 1994).
          Macam –macam pewarnaan (yulneriwanti,2008):
1.      Pewarnaan negatif
·         Bakteri tidak diwarnai tetapi mewarnai latar belakangnya
·         Ditujukan untuk bakteri yang sukar untuk diwarnai, seperti spirochaeta.
2.      Pewarnaan sederhana
·         Menggunakan satu macam zat warna (biru methylen/air fuchsin)
·         Tujuannya hanya melihat bentuk sel
3.      Pewarnaan differensial
·         Menggunakan lebih dari satu macam zat warna
·         Tujuannya untuk membedaka antara bakteri
·         Contoh: pw.gram.pw. bakteri tahan asam
4.      Pewarnaan khusus
·         Untuk mewarnai struktur khusus/tertentu dari bakteri, seperti kapsul,spora, flagel, dll.(yulneriwanti,2008)

Pada dasarnya pewarnaan negatif bukan digunakan untuk mewarnai bakteri, tetapi mewarnai latar belakangnya menjadi gelap, zat warna tidak akan mewarnai sel melainkan mewarnai lingkungan sekitarnya, sehingga bakteri tampak transparan dengan latar belakang hitam. Pewarnaan negatif, metode ini bukan untuk mewarnai bakteri tetapi latar belakngnya menjadi hitam gelap. Pada pewarnaan ini mikroorganisme kelihatan transparan (tembus pandang). Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel. Pada pewarnaan ini olesan tidak mengalami pemanasan atau perlakuan yang keras dengan bahan-bahan kimia, maka terjadi penyusutan dan salah satu bentuk agar kurang sehingga penentuan sel dapat diperoleh dengan lebih tepat. Metode ini menggunakan cat nigrosin atau tinta cina. Pewarnaan negatif atau pewarnaan asam dapat terjadi karena senyawa pewarnaan berwarna negatif. Dalam kondisi pH mendekati netral, dinding sel bakteri cenderung bermuatan negatif sehingga pewarna asam yang bermuatan negatif akan ditolak oleh dinding sel bakteri. Oleh karena itu dinding sel menjadi tidak berwarna. Contoh pewarna yang biasa digunakan yaitu tinta cina, larutan nigrosin, asam pikrat dan eosin. Teknik ini berguna untuk menentukan moffologi dan ukuran sel. Pada pewarnaan ini olesan tidak mengalami pemanasan atau perlakuan yang keras dengan bahan-bahan kimia, maka terjadi penyusutan dan salah satu bentuk agar penentuan sel dapat diperoleh denagan lebih tepat. Metode ini menggunakan cat nigrosin atau tinta cina (Hadiotomo,1990).

Pada pewarnaan negatif, lingkungan yang berwarna hitam disebabkan oleh pewarna yang digunakan adalah nigrosin atau tinta cina yang memiliki warna dasar hitam. Hal ini telah sesuai dengan pustaka yang menyebutkan bahwa zat pewarna asam membawa suatu muatan negatif, maka pada sel yang permukaannya juga negatif akan ditolak oleh sitoplasma sel sehingga zat warna ini akan berkaitan dengan lingkungan yang mengelilingi sel dan bagian dalam sel akan tetap berwarna bening (Alcamo,1996)

Selaini itu, disebutkan juga pustaka bahwa bakteri merupakan organisme mikroseluler yang pada dinding selnya mengandung ion negatif, zat warna (nigrosin) yang bermuatan negatif tidak akan mewarnai sel tetapi yang terwarnai adalah lingkungan luarnya saja (entjang,2003)



BAB III
ALAT BAHAN DAN METODE KERJA
1.ALAT
1. Objek glass Pipet tetes

3    2. Bunsen + korek api
      3.  Ose
      4. Botol semprot
      5. Bak pewarnaan
      6. Mikroskop

III.2 BAHAN
       1.  Tinta Cina
       2. NaCl 0,9 %
       3. Oil emercy 

III.3 SAMPEL
 1.  biakan bakteri (Daki)

III.4 METODE KERJA

     1.   Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
     2.   Diambil objek glass yang bebas dari lemak
     3. Ambil koloni bakteri dalam cawan petri dengan menggunakan ose. Kira-kira 1-2 mata ose
     4.  Letakkan di objek glass kemudian suspensi dengan NaCl 0.9 %
     5.  Pipet tinta cina dan letakkan di ujung objek glass
     6. Homogenkan tinta cina dengan suspensi bakteri dengan menggunakan ujung objek glass lain.
   7.Kemudian dibuat apusan dengan cara meratakan tinta cina yang telah homogen dengan suspensi bakteri di atas objek glass dengan menggunakan ujung objek glass lain
    8.  Sediaan kemudian dikeringkan.
    9.   Dokumentasikan hasil pengamatan


BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 HASIL PENGAMATAN


            Keterangan : ditemukan bakteri bentuk coccus

IV. PEMBAHASAN

Pewarnaan negatif atau peawarna asam dapat terjadi karena senyawa pewarna bermuatan negatif. Dalam kondisi pH mendekati netral, dinding sel bakteri cenderung bermuatan negatif sehingga pewarna asam yang bermuatan negatif akan ditolak oleh dinding sel. Oleh karena itu sel menjadi tidak berwarna. Contoh pewarna yang biasa digunakan yaitu tinta cina, larutan nigrosin, asam pikrat dan eosin.
Pewarnaan negatif, metode ini bukan untuk mewarnai bakteri tetapi mewarnai latar belakangnya menjadi hitam gelap. Pada pewarnaan ini mikroorganisme kelihatan transparan (tembus pandang). Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel. Pada pewarnaan ini olesan tidak mengalami pemanasan atau perlakuan yang keras dengan bahan-bahan kimia, maka terjadinya penyusutan dan salah satu bentuk agar kurang sehingga penentuan sel dapat diperoleh dengan lebih tepat. Dengan demikian pewarnaan negatif berguna untuk melihat bentuk-bentuk sel yang sesungguhnya serta berguna untuk pengukuran-pengukuran bakteri.  Metode ini menggunakan cat nigrosin atau tinta cina.
Dari praktikum yang dilakukan, ditemukan bakteri bentuk coccus yang tidak terwarnai (transparan) tetapi latar belakangnya hitam karena tidak menyerap zat warna yang diberikan yaitu tinta cina.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan yang di bawah mikroskop, maka dapat disimpulkan bahwa pada sampel tersebut ditemukan bakteri berbentuk coccus dengan latar belakang hitam.

V.2 SARAN
Adapun sehubungan dengan praktikum ini, khususnya ditujukan bagi mahasiswa yaitu:
1.      Diharapkan bagi seluruh mahasiswa agar selama kegiatan praktikum ini berlangsung, Mahasiswa harus menggunakan  APD (Alat Pelindung Diri).
2.      Diharapkan pula bagi semua mahasiswa, bahwa selama kegiatan praktikum ini berlangsung, agar semua mahasiswa bersungguh-sungguh dalam melakukan praktikum.




DAFTAR PUSTAKA

Alcamo, I.E.1996. Fundamental of Microbiology, 5th Edition. Addison Wesly Longman, Inc : New York

Entjang, I.2003. Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Akademi Keperawatan. Citra Aditya Bakti. Bandung

Hadiotomo, Ratna Siri. 1990. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : PT. Gramedia.

Jimmo.2008. Http:// Pembuatan Preparat Dan Pengecatannya_Blog

Yulneriwanti.2008.http://01-bakteri.html.diakses pada tanggal 08 maret 2009. Makassar.


Rabu, 10 Juni 2015

membuat jurnal dari kumpulan jurnal

PENGARUH PEMBERIAN KUNYIT MELALUI AIR MINUM TERHADAP ANTIBODY AI DAN ND PADA AYAM BROILER
M. Safii Arifudin, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertaian Peternakan,
Uiversitas Muhammadyah Malang










PENDAHULUAN
Peternakan di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut digunakan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat akan daging sebagai salah satu sumber protein. Pemenuhan akan daging mempunyai prospek usaha yang baik. Salah satu jenis ternak yang ideal untuk dikembangkan adalah broiler.
Broiler adalah ayam  pedaging yang sengaja   dibibitkan   dan   dikembangkan   untuk menghasilkan daging yang cepat dibandingkan dengan ungags lainnya. Produktivitas broiler dipengaruhi oleh konsumsi ransum, pertambahan berat badan dan konversi ransum.
Selain  keunggulannya, Broiler memiliki kelemahan yaitu rentan sekali terhadap serangan penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus bila berada di luar tubuh ternak mudah untuk dimusnahkan, namun bila sudah berada di dalam tubuh ternak sangat sulit untuk dimusnahkan. Penyakit yang disebabkan oleh virus ini sangat merugikan  bagi  peternak  karena  tidak  hanya menurunkan produktivitas broiler , bahkan dapat menyebabkan kematian.
Avian influenza (flu burung) adalah penyakit menular yang dapat terjadi pada unggas dan mamalia yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Virus influenza tipe A memiliki beberapa subtipe yang ditandai adanya Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N). Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah     btipe H5N1 yang memiliki waktu inkubasi selama 3–5 hari. Virus ini dapat menular melalui udara ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan sentuhan.
Dalam beberapa tahun terakhir ini negara-negara di dunia telah disibukkan dengan persiapan menghadapi pandemi influenza. Kewaspadaan ini dicetuskan oleh munculnya virus influenza baru yaitu HPAI (Highly Pathogenic Avian Influenza) A (H5N1). Pasien-pasien terinfeksi virus yang melakukan loncat inang dari unggas ke manusia ini dilaporkan oleh berbagai negara sejak tahun 2003 (Sedyaningsih, et al., 2009).
Sejauh ini belum ada penanganan penyakit AI dan ND secara optimal, hal ini ditunjukkan dengan makin banyaknya ungags yang terinfeksi. Langkah pencegahan seperti vaksinasi teratur dan biosekuriti di lingkungan peternakan juga tidak diterapkan karena kurangnya   perhatian   dan   pemahaman masyarakat tentang penyakit AI dan ND, sehingga  wabah  penyakit  terus  meluas (Malole,2006).

MATERI DAN METODE
Penelitian ini menggunakan air rebusan kunyit dengan konsentrasi 10 g/ 600 ml. Dasar penggunaan konsentrasi ini merujuk pada hasil penelitian Tantalo (2009) yaitu 10 g/ 600 ml dengan pola pemberian berselang (2 hari perlakuan dan 1 hari tanpa perlakuan). Jadwal pemberian perlakuan dapat dilihat dilihat pada Gambar 1.
Minggu
ke-
Hari ke-
1
2
3
4
5
6
7
1







2







3







4







Keterangan:
= waktu pemberian air minum biasa
= waktu pemberian air rebusan kunyit     dan Temulawak

Uji hambatan hemaglurasi
Uji HI bertujuan untuk mengkonfirmasi virus ND menggunakan plat mikro berbentuk U dengan 96 sumuran. Proses tersebut dilakukan dengan 2 kali ulangan berdasarkan prosedur baku (OIE, 2009). Sebanyak 0,025 ml PBS diteteskan ke dalam sumuran ke-2 sampai ke-12. Sumuran pertama dan kedua diisi dengan serum standar ND kemudian diencerkan secara berseri kelipatan dua mulai dari sumuran ke-2 sampai ke-11 dengan pengencer mikro. Masing-masing sumuran plat mikro ditambahkan dengan 0,025 ml suspensi antigen ND 4 unit HA mulai dari sumuran nomor 1 sampai nomor 11. Sumuran nomor 12 hanya diisi dengan PBS sebanyak 0,025 ml. Tahapan berikutnya adalah dilakukan pengayakan selama 30 detik, selanjutnya plat mikro ditempatkan pada suhu  kamar selama 30 menit. Suspensi sel darah merah konsentrasi 0,5% ditambahkan ke dalam sumuran ke-1
sampai ke-12 sebanyak 0,05 ml lalu diayak kembali selama 30 detik. Plat mikro ditempatkan pada suhu
kamar dan diamati setiap 15 menit. Hasil positif ditandai dengan terjadinya hambatan hemaglutinasi
berupa pengendapan sel darah merah di dasar sumuran plat mikro.(kancana, kardena, dan mahardika, 20012).
Penelitian ini menggunakan air rebusan kunyit dan temulawak dengan konsentrasi 10 g/ 600 ml. Dasar penggunaan konsentrasi ini merujuk pada hasil rangkaian penelitian panjang yang dilakukan oleh Tantalo (2009) pada broiler yaitu 10 g/ 600 ml dengan pola pemberian berselang (2 hari perlakuan dan 1 hari tanpa perlakuan). Pembuatan air rebusan kunyit dan temulawak dilakukan pada malam hari yang kemudian diberikan dalam keadaan dingin pada pagi hari.
Menurut bomy, syahrio, dan siswanto (2013) Air minum untuk broiler pada penelitian ini diberikan secara ad libitum baik air minum biasa (kontrol) maupun air minum yang diberi perlakuan. Air minum yang diberikan terdiri dari tiga macam yaitu:
P0 = air minum biasa
P1 = air rebusan kunyit 10 g/600 ml
P2 = air rebusan temulawak 10 g/600 ml
Pengambilan sampel darah dilakukan ketika broiler berumur 26 hari sebanyak 20% dari jumlah satuan percobaan (36 sampel). Sampel darah diambil menggunakan disposable syringe 3 ml melalui vena brachialis. Sampel darah yang telah diambil didiamkan sampai terjadi pemisahan antara sel darah dengan serum darah. Serum darah kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendof dan diberi label sesuai dengan perlakuan. Selanjutnya serum dalam kondisi dingin dikirim ke PT. Vaksindo Indonesia untuk dianalisis jumlah titer antibodinya menggunakan uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) untuk titer antibodi AI dan ND, serta uji Enzim Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk titer antibody IBD.(nurkholis, tantalo, dan santosa. 2013)
PEMBAHASAN
Sebagian besar perilaku masyarakat menangani unggas mati masih belum mengikuti standar yang dianjurkan oleh pemerintah (peternakan). Hasil pengamatan oleh peneliti menunjukkan bahwa masih dijumpai masyarakat membuang bangkai ungags di tempat-tempat seperti selokan/parit, pekarangan sekitar rumah, di bawah pohon bambu dan pohon pisang. Sedangkan pemerintah menganjurkan apabla menjumpai unggas mati secara mendadak maka dilarang membuang bangkai unggas peliharaan di tempat sampah, kebun, sungai atau memanfaatkannya sebagai pakan hewan atau ikan. Berkaitan dengan kejadian tersebut, perilaku yang seharusnya dalam menangani unggas mati adalah membakar dan menguburkan bangkai unggas, bulu, sisa kotoran, sisa pakan, dan alas kandang di bawah pengawasan petugas yang berwenang (Departemen Pertanian, 2007).
Berdasarkan hasil survei di lapangan, di Kecamatan Gadingrejo diperoleh sebanyak 10 orang peternak dengan jumlah ternak fase starter 223 ekor.   Peternak tersebut telah memenuhi kriteria yang ditentukan oleh peneliti untuk diambil sampel serumnya, yaitu: 1) lama beternak minimal 2 tahun; 2) ternak milik sendiri; 3) populasi ternak ayam broiler  minimal 20 ekor untuk starter , grower , finisher pada tiap peternaknya. (numay, santosa, dan siswanto, 2014).
Menurut numay, santosa, dan siswanto. (2014) Riwayat penyakit AI pada tahun 2012 menyerang 90% peternak. Tidak pernah terjadi riwayat ND (0%). Martolitas (kematian) terdapat AI pada 4 peternak di desa tulung agung mencapai 80%. Penanganan terhdap bangkai di buang (44%) dan di kubur (56%). Adanya kunjungan tenaga medis.
Hasil uji hemaglutinasi (HI) terhadap avian influenza (AI)
Table 1 perbandingan nialai titer anti bodi  terhadap AI di kecamatan gading rejo

Asal sampel
Jumlah sampel
Hasil uji
Seroposif
AI
Seronegatif
AI
Desa tulung agung
14
5 (24%)
9 (43%)
Sesa bulo kerto
5
2 (9%)
3 (14%)
Desa wono dadi
2
1 (5%)
1 (5%)
Kecamatan gading rejo
21
8 (38%)
13 (62%)

Berdasarkan uji HI pada serum ternak ayam broiler fase starter di Kecamatan Gadingrejo secara keseluruhan terdapat 38% ternak yang menunjukkan hasil seropositif terhadap AI dan 62% ternak bernilai seronegatif terhadap AI. Rata-rata titer antibodi di ketiga desa tersebut tergolong rendah dengan nilai 21 (=2), kecuali di Desa Wonodadi, terdapat ternak  yang menunjukkan nilai titer yang tinggi yaitu 25(=32)  (numay, santosa, dan siswanto, 2014).
Virus famili Paramyxoviridae mempunyai sifat dapat mengaglutinasi sel darah merah unggas. Proses hemaglutinasi terjadi akibat aktivitas hemaglutinin yang terdapat pada amplop virus tersebut. Aktivitas hemaglutinasi berlangsung maksimal selama satu jam karena dipengaruhi oleh kerja enzim neuraminidase yang merusak ikatan pada reseptor eritrosit dengan hemaglutinin dari virus famili Paramyxoviridae. Pada uji RT-PCR, genomik RNA virus ND diisolasi dari sampel dengan digesti proteinase K, diikuti dengan ekstraksi menggunakan trizol (Invitrogen), kemudian dielektroforesis untuk mengetahui panjang produk basa dari gen yang diuji. Uji RT-PCR tidak bersifat spesifik karena dapat digunakan untuk menguji semua antigen, namun uji tersebut bersifat sangat sensitif karena hanya memerlukan sampel antigen yang sedikit. Uji RT-PCR mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan uji HA/HI. (kancana, kardena, mahardika, 2012).

Hasil uji HI titer antibody AI
Ulangan
Ratataan Titer AntiBodi
P0
P1
P2
1
2
3
4
5
6
0.00
0.00
0.00
1.00
1.00
0.00
0.50
0.00
0.50
0.00
0.00
0.00
0,00
1,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Jumlah
2
1.00
1,00
Rata-rata
0,33±0,25
0,17±0,26
0,17±0,17
Keterangan :
P0= air minum bbiasa
P1= air rebusan kunyit 10gr/600 ml
P2= air minum temulawak 10 g/600 ml
Berdasarkan hasil uji HI, titer antibodi AI yang dihasilkan pada penelitian ini tergolong sangat rendah. Menurut OIE (2008),  liter antibodi dikatakan protektif terhadap AI jika memiliki titer antibody minimal 6 log 2. Rendahnya titer antibodi AI serta tidak berpengaruhnya pemberian kunyit dan temulawak terhadap titer antibodi AI diduga disebabkan oleh adanya stres akibat kondisi lingkungan yang ekstrim, stres akibat pola pemberian perlakuan dan tingkat challenge lapangan yang diterima broiler dari masing-masing perlakuan.
Pada daerah beriklim tropis, keadaan suhu lingkungan optimum untuk pertumbuhan broiler
umur 3 minggu berkisar antara 20 -- 250C dengan kelembaban berkisar antara 50 -- 70% (Borges et. al.,
2004). Pada penelitian ini suhu kandang berkisar antara 250 -- 350 C, sedangkan kelembaban kandang berkisar antara 50 -- 95%. Kondisi tingginya suhu dan kelembaban kandang ini mengakibatkan broiler mendapatkan cekaman sehingga mengalami stres.

Table 2. Hasil uji HI titer antibodi ND
Ulangan Rataan Titer Antibodi ND (log 2)
Ulangan
Ratataan Titer Anti Bodi
P0
P1
P2
1
2
3
4
5
6
3.50
3.50
2.50
5.00
5.50
6.50
5.50
4.00
4.50
5.00
4.40
4.00
5.50
5.50
2.50
6.00
5.50
5.00
Jumlah
26.50
26.50
30.00
Rata-rata
4.42±1.50
4.42±0.49
5.00±1.25
Keterangan :
P0 = air minum biasa
P1 = air rebusan kunyit 10gr/600 ml
P2= air rebusan temulawak 10gr/ 600 ml

Berdasarkan hasil uji HI, titer antibodi ND yang dihasilkan pada perlakuan temulawak tergolong cukup baik, sedangkan pada perlakuan kontrol dan kunyit masih di bawah standar antibodi protektif. Menurut OIE (2008), titer antibodi dikatakan protektif terhadap ND jika memiliki titer antibody minimal 5 log 2.
tidak berpengaruhnya pemberian kunyit terhadap titer antibodi ND diduga disebabkan oleh sifat imunologis induk yang diturunkan kepada anaknya. Selain antibodi, sifat imunoligis induk pada broiler juga dapat dilihat dari jumlah sel darah putihnya. Hasil penelitian Fahrurozi (2013) menunjukkan bahwa rata-rata jumlah sel darah putih yang dihasilkan untuk masing-masing perlakuan adalah P0 (7.767 sel/mm3), P1 (7.792 sel/mm3), dan P2 (7.908 sel/mm3). Dari data tersebut rata-rata  jumlah sel darah putih yang dihasilkan P2 (kunyit) lebih tinggi daripada perlakuan P0 (kontrol) dan P1 (kunyit), sedangkan rata-rata jumlah sel darah P0 dengan P1 relatif sama. Hal ini menunjukkan bahwa sistem imun yang diturunkan induk pada P2 lebih baik daripada P0 dan P1, sehingga titer antibodi yang dihasilkan dari P2 lebih baik daripada P0 dan P1
SIMPULAN
pemberian  kunyit melalui air minum untuk pertahanan daya antibody terhadap virus AI dan ND sangatlah berguna karna meningkatan antibody meningkat ketika diberi air rebusan kunyit

Daftar Pustaka
Aldous, E.W. And D.J. Alexander. 2001. Detection And Differentiationof  Newcastle Disease Virus      (Avian Paramyxovirus Type1). Avian Pathol. 30:117-128.
Alexander, D.J. 2001. Newcastle Disease: The Gordon Memorial Lecture. Br. Poult. Sci. 42:5-22.
Bomy, Syahrio Tantalo, Dan Siswanto. 2013. PENGARUH PEMBERIAN KUNYIT DAN TEMULAWAK MELALUI AIR MINUM TERHADAP RESPON FISIOLOGIS BROILER. Animal Husbandry Faculty Of Agriculture Lampung University.Lampung
Dani Romad Nurkholis, Syahrio Tantalo, Dan Purnama Edi Santosa. 2013. Pengaruh Pemberian Kunyit An Temulawak Melalui Air Minum Terhadap Titer Anti Body AI,IBD, Dan  ND Pada Broiler
Fahrurozi, N. 2013. Pengaruh Pemberian Kunyit Dan Temulawak Melalui Air Minum Terhadap Gambaran Darah Pada Broiler. Belum Diterbitkan
Gusti Ayu Yuliati Kencana, I Made Kardena, Dan I Gusti Ngurah Kade Mahardika, 2012. Pengaruh Diagnosis Penyakit Newcastle Disease Lapang Pada Ayam Buras Di Bali Menggunakan Tehnik RT-PCR. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Denpasar.
Malole, M.B. 2006. Biosekuriti Penting, Karena   Vaksinasi   Tidak   Selalu Berhasil. Majalah Poultry Indonesia. September 2006.
Mega Filly Numay, Puranma Edy Santosa, Dan Siswanto. 2014. Profil Titer Antibody Newcastle Disease (ND) Dan Avian Influenza (AI) Pada Itik Petelur Fase Starter Di Kecamatan Gadingrejo Kabupaten

Sedyaningsih, Endang R, Vivi Setiawaty, 2009. Awal Pandemi Influenza A (H5N1) 2009: Sebuah Tinjauan, Urnal  Penyakit Menular Indonesia 1(1): 29–37.
OIE. 2002. Newcastle Disease. Http://Www.Oie.Int/Eng/Maladies/ Fiches/A_A160.Htm.
Tantalo, S. 2009. Perbandingan Performans Dua Strain Broiler Yang Mengonsumsi Air Kunyit. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Tantalo, S. 2009. Perbandingan Performans Dua Strain Broiler Yang Mengonsumsi Air Kunyit. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung